Aku Bukan Pelangimu
Aku tak sanggup lagi
melakukan apa-apa, jika semua telah terlanjur dicap buruk begini. Tak masalah jika pada akhirnya ia
membenciku, setidaknya aku pernah tersimpan di salah satu sudut hatinya. Ya,
dulu sekali sebelum ia akhirnya menemukan gadis antah berantah itu yang kini
memenuhi seluruh warna dalam hidupnya.
***
Pagi itu
terasa amat mencekik bahhkan embun membatu dan enggan meneteskan dirinya dari
daun. Aku tiba-tiba teringat sebuah kejadian 3 tahun yang lalu saat kami masih
bersama di bangku sekolah. Saat itu hari ulang tahunnya ke-17 dan ia mentraktir
semua anak kelas, bahkan ia mengajakku berkencan berdua saja. Bukankah hal itu
sudah cukup menjelaskan segalanya di usia remaja kami? Namun tidak untuk
hubungan kami. Aku Ristiani Anindita yang akrab disapa Risti justru dengan
bodohnya membuat hubungan kami semakin rumit. Ya memang aku menyukainya kala
itu. Dean Andito. Itulah nama yang mengisi pikiranku hingga saat ini. Dulu ia
adalah sahabat dekatku saat duduk di bangku SMA. Entahlah mengapa hubungan kami
kini jadi serumit ini.
Hal itu bermula saat kami duduk di kelas
XI SMA.
“Ris, kamu
di rumah? Aku main ya.” Kami memang sering membuat janji untuk bertemu di
rumahku, hanya sekedar pinjam-meminjam buku catatan atau berbagi cerita tentang
kehidupan masing-masing. Ia juga sering datang menemuiku hanya untuk hal-hal
sederhana seperti bosan di rumah atau hanya sekedar ingin bermain game bersama. Aku tak menangkap hal-hal
selain pertemanan dan persahabatan diantara kami karena sejak bersahabat kami
memang sudah seperti ini, sering bertemu, bergurau bahkan melemparkan. Aku
tidak menyadari bahwa ia memiliki perasaan yang tersembunyi padaku.
Aku mulai menyadarinya saat Dean mulai dekat dengan teman
sebangkuku, Tania. Tania adalah gadis yang cantik, ia cukup pandai di kelas, baik
hati dan orangnya sangat menyenangkan. Kami bertiga juga bersahabat dengan baik
meskipun aku dan Dean bersahabat lebih dulu saat kami berada di kelas X6.
“Ris, aku
mau ngasih tau kamu sesuatu, tapi ini rahasia ya. Sebenernya aku juga nggak mau
ngomong sama kamu tapi aku pikir lebih baik ngomong sekarang daripada nggak
sama sekali, ungkap Tania padaku saat jam istirahat berlangsung.”
Aku tidak menyangka bahwa hari menjadi hari sialku. Moodku benar-benar hancur, Tania tiba-tiba
mengungkapkan semuanya bahwa Dean telah menyukaiku diam-diam. Ia mengatakan
bahwa Dean sering curhat dengannya dan berusaha membuatku menyadari perasaan
Dean padaku. Aku kecewa sekaligus bingung, harus bicara dan melakukan apa. Aku
bahkan yang sudah menjadi sahabatnya selama ini tidak mengetahui apa-apa. Dean
saja tidak berani menyatakan perasaannya padaku. Aku juga sempat menghindari
Dean dan menyendiri untuk beberapa waktu, namun akhirnya aku memutuskan untuk
tidak ambil pusing masalah itu. Aku hanya ingin kami bersahabat dan selamanya
akan terus begitu.
Jelang beberapa hari berlalu, aku semakin dekat dengan Dean
namun posisi kami tidak lagi seperti dulu. Aku merasa canggung karena ungkapan
Tania kala itu. Dean juga semakin gencar menyatakan perasaannya padaku meskipun
tidak secara terbuka. Namun kau tau kan, aku tidak menginginkan hal itu dalam
persahabatan ini. Aku rasa hal ini sudah salah sejak awal.
***
Di bulan April, seluruh anak kelas XI mengikuti study tour ke
Bali. Dan kami berada dalam satu bis yang sama. Aku, Tania dan Dean. Disana
kami menikmati indahnya Pulau Bali sekaligus menghilangkan penat seusai
mengikuti UTS sebelumnya. Ada banyak kegiatan dan malamnya kami berakhir di
penginapan. Disana Dean begitu baik padaku, ia bahkan membelikanku beberapa
snack dan minuman. Ia berusaha bertingkah manis padaku hingga sampai kembali ke
rumah.
“Besok kamu masuk
nggak? Kalo nggak besok aku temenin bolos deh hehe, ungkap Dean di pesan bbm nya
denganku. Ada banyak lagi pesan-pesan tak penting yang sering ia kirimkan
padaku. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala, bagaimana bisa ia menjadi seperti
itu. Aku sama sekali tak menanggapinya, meskipun saat itu perasaanku mulai
menggelitik. Aku mulai merasa bahwa kami bukan dan tidak akan lagi menjadi
sahabat seperti dulu. Aku mencoba membuka hatiku untuknya.
Namun malapetaka yang kutakutkan akhirnya terjadi. Saat aku
mulai membuka hati, Dean dan Tania menjadi semakin dekat juga. Akupun merasa
bahwa mereka menyembunyikan sesuatu di belakangku, dan benar saja mereka
ternyata sudah resmi pacaran tanpa sepengetahuanku. Sebenarnya aku mulai
mengetahuinya sejak mereka sering bareng di kelas dan mengobrol. Aku sering
menanyakan hal apa yang mereka obrolkan pada keduanya, namun mereka menjawab
hanya mengobrol biasa saja sebatas teman. Aku pikir aku tak perlu khawatir
namun akhirnya hal tak diinginkan itu terjadi juga.
Pagi itu terasa seperti menyayat hatiku. Tania menghubungi
lewat Facebook dan meminta izin padaku untuk berpacaran dengan Dean, akupun
menyetujuinya. Sebagai sahabat Dean sejak kecil, aku rasa ia juga pantas
memiliki kekasih seperti Tania. Namun di sisi lain aku juga merasa terluka atas
perilaku mereka berdua terhadapku, lebih-lebih Dean. Selama ini apa yang
dikatakan Tania itu bohong? Ataukah mereka memang bersepakat untuk menyakitiku?
Entahlah, yang kupahami adalah mereka berdua pantas disebut penghianat karena
peristiwa itu. Ditambah lagi Dean yang beribu kali meminta maaf padaku karena
hal ini, padahal ia juga tidak menjelaskan mengapa ia meminta maaf padaku.
Bukankah ia tidak pernah memintaku untuk menjadi kekasihnya? Semakin Dean
bersikeras meminta maaf padaku, aku malah semakin membecinya.
Semenjak hari itu aku tidak lagi menghubungi Dean ataupun
Tania, meskipun kami berada di kelas yang sama aku tidak ingin berbicara
ataupun bertegur sapa dengan keduanya. Bahkan untuk melihat wajah mereka berdua
aku sudah muak, meskipun saat tertentu aku merindukan persahabatan kami yang
dulu.
Ya memang benar dalam dunia ini ada aturan sebab dan akibat
yang tidak dapat dihindari. Mungkin aku mendapatkan akibat karena sebab yang
aku lakukan dan hal ini juga terjadi dalam hubungan mereka. Berpisah karena
jarang berkontak satu sama lain adalah hal kekanak-kanakan sekali bukan?
Padahal mereka berada di kelas yang sama dan setiap hari bertemu. Itulah yang
dinamakan sebab-akibat.
Aku masih mencintai sahabatku secara diam-diam. Meskipun
diluar aku berusaha menolaknya untuk berbaikan denganku dan aku juga memutuskan
pertemanan kami serta selalu berusaha menghindarinya saat ada kesempatan.
Terlebih lagi ia juga kini sudah bahagia dengan kekasih barunya.
Tak masalah jika pada akhirnya ia membenciku, setidaknya aku
pernah tersimpan di salah satu sudut hatinya. Ya, dulu sekali sebelum ia
akhirnya menemukan gadis antah berantah itu yang kini memenuhi seluruh warna
dalam hidupnya.
Komentar
Posting Komentar