SUNGAI
Karya:
Vivin Shafa Undriyani
Aliran itu tiada henti
menjalar di setiap celah
Kau lewati tanpa
pandang bulu
Darimana datangnya?
Apakah langit
menurunkanmu begitu saja
Begitu sedap dipandang saat senang
Berangas
pula ketika bersedih
Arusmu
sebagian hidupku-hidupnya
Apakah
sama dengan laut
Cair yang bermakna
Dingin tak pernah puas
Analisis
Mengenai Struktur Fisik dan Struktur Batin
Teks
Puisi “Sungai” Karya Vivin Shafa Undriyani Menurut Teori Abrams
·
Pendekatan
Karya Sastra Menurut M.H Abrams
Dalam bukunya The Mirror and The Lamp (1971), Abrams
mengemukakan sebuah teori universe-nya terhadap sastra. Teori universe tersebut
adalah teori yang merujuk pada alam semesta. Dalam hal tersebut dapat kita
ketahui empat hal yakni pertama ada suatu sastra (karya seni), kedua ada
pencipta (pengarang) karya itu sendiri, kemudian yang ketiga ada semesta alam
yang mendasari lahirnya karya sastra (realitas sosial), keempat ada penikmat
karya sastra (pembaca).
Berdasarkan teori itu, karya sastra dapat dipandang dari
empat sudut pandang yaitu: (a) ekspresif, (b) mimetik, (c) pragmatis dan (d)
obyektif. Keempat pendekatan ini nantinya akan saling berhubungan dengan karya sastra.
Dalam uraian selanjutnya akan dibahas pula mengenai hubungan sastra dengan
pembaca dan hubungan sastra dengan pengarangnya.
i.
Pendekatan
Objektif
Pendekatan objektik adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek intrinsik sastra yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan sebagainya. Yang jelas penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya. Karena patokan pendekatan objektif sudah jelas, maka sering sekali pendekkatan ini di sebut dengan pendekatan struktural.
Pendekatan objektik adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek intrinsik sastra yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan sebagainya. Yang jelas penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya. Karena patokan pendekatan objektif sudah jelas, maka sering sekali pendekkatan ini di sebut dengan pendekatan struktural.
Ø Analisis
Struktur Fisik Puisi “Sungai”
a.
Tipografi (Perwajahan), yaitu bentuk
puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
Dalam hal
ini, penyair menuliskan puisinya dengan tiap bait berisikan beberapa kalimat
yang jumlahnya berbeda. Pada bait pertama terdapat 4 kalimat, bait kedua
terdapat 5 kalimat dan bait terakhir yang hanya terdiri dari dua kalimat.
Huruf kapital selalu digunakan sebagai
awal kalimat di tiap-tiap baitnya. Selain itu tiap bait puisi selalu menjorok
ke kanan dibanding bait sebelumnya, dapat terlihat dari bait kedua dan bait yang
terakhir. Penyair hanya menyisipkan dua kalimat pada bait terakhir seakan di 2
kalimat terakhir puisinya, ia ingin mempertegas makna dari puisi tersebut.
b. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair
dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata
dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Penyair menggunakan
kata yang cukup familiar bagi masyarakat umum sehingga kalimatnya cukup mudah
dipahami . Pemilihan kata -katanya bersifat berani, kuat dan ekspresif. Pemilihan
kata yang berani tertuang dalam beberapa frasa dan kata seperti tanpa pandang bulu dan berangas. Penyair sudah sangat jelas
dalam mendiskripsikan sungai melalui kalimat pertama dalam bait puisi
yaitu Aliran itu tiada henti menjalar di setiap celah hingga kalimat
terakhir Dingin tak pernah puas. Secara
keseluruhan memiliki makna denotasi meskipun ada beberapa kalimat yang
menggunakan makna konotasi seperti Cair
yang bermakna dan Dingin tak pernah
puas yang seolah-olah menggambarkan bahwa dingin yang dimaksud disini
adalah manusia yang tak pernah puas dalam menginginkan sesuatu. Dalam hal ini
dapat disimpulkan jika puisi “Sungai” merupakan penggambaran tentang seseorang
secara tersirat dengan menitikberatkan kata-kata terhadap sungai yang
sesungguhnya sebagai pengganti manusia tersebut.
c.
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
Puisi
“Sungai” mengandung imaji penglihatan dan peraba. Imaji penglihatan tergambar
dalam bait pertama dan kedua puisi. Penyair menggambarkan bahwa dirinya melihat
seseorang yang begitu kuat seperti aliran sungai yang tiada henti menjalar dari
bait pertama dan beragam warna di bait terakhir yang jelas bahwa hal berikut
adalah imaji penglihatan karena warna hanya dapat diketahui melalu indera
penglihatan. Kemudian di bait terakhir muncul 2 kalimat yang menunjukkan adanya
indera peraba yaitu cair yang
bermakna dan dingin tak pernah puas.
Cair dan dingin dapat diketahui melalui indera peraba atau berupa sentuhan.
d.
Kata Konkrit, yaitu kata
yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji.
Terdapat
kata Langit yang biasanya menuju pada
maksud Tuhan secara tersirat, kemudian kata sedap
yang bermaksud menggambarkan sesuatu yang enak, indah, ataupun menyenangkan
untuk dilihat. Tanpa pandang bulu dan
berangas menggambarkan suatu
keberanian dan kekokohan seseorang dalam pendiriannya. Secara keseluruhan puisi
terdiri dari kata-kata konkrit sehingga memunculkan imaji baik penglihatan
maupun peraba.
e.
Gaya Bahasa atau Majas, yaitu bahasa berkias yang
dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa
figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna
atau kaya akan makna.
Gaya bahasa atau majas dalam puisi “Sungai” antara lain:
1.
Majas Personifikasi
Majas
Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda mati seperti
seolah-olah memiliki sifat manusia. Majas ini membuat benda mati seperti dapat
melakukan sesuatu seperti yang dilakukan makhluk hidup.
Contoh kalimat majas personifikasi
a.
Dingin tak
pernah puas, hal ini menggambarkan bahwa dingin seolah-olah
diibarkan sebagai manusia yang tak pernah puas terhadap hal yang sudah
dicapainya.
b.
Berangas
pula ketika bersedih, yang menggambarkan sungai sebagai manusia berangas
yang bisa bersedih. Begitu pula dengan kalimat begitu sedap dipandang saat bahagia dan kau lewati tanpa pandang bulu.
2.
Majas Metafora
Majas
Metafora ialah majas yang mengungkapkan perbandingan analogis antara dua hal
yang berbeda. Bisa juga diartikan sebagai suatu majas yang dibuat dengan frasa
secara Implisit tidak berarti namun secara eksplisit dapat mewakili suatu
maksud lain berdasarkan pada persamaan ataupun perbandingan. Atau mudahnya
majas ini digunakan sebagai bentuk kata kiasan untuk mengungkapkan sesuatu.
Contoh
majas metafora dalam Puisi “Sungai” antara lain:
a. Cair
yang bermakna
b. Beragam
warna bersama arti
3.
Majas Repetisi
Majas
ini merupakan gaya bahasa yang melakukan perulangan kata untuk tujuan
penegasan.
Contohnya
yaitu hidupku-hidupnya dalam puisi “Sungai” yang bermakna menegaskan sesuatu
hal yang penting berkaitan dengan hidupku
dan hidupnya.
4.
Majas Hiperbola
Majas
Hiperbola adalah gaya bahasa dengan ungkapan yang melebih-lebihkan dari
kenyataan aslinya. Majas ini membuat akan meninggalkan kesan kuat pada pembaca
dan pendengarnya sehingga dapat menarik perhatian.
Contoh
dalam Puisi “Sungai” yaitu pada kalimat Arusmu
sebagian hidupku-hidupnya.
f.
Rima
Rima adalah persamaan
bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Dalam hal ini
puisi “Sungai” memilik rima yang berantakan atau tidak beraturan. Penyair tidak
menyelipkan rima yang sama seperti yang biasanya diciptakan dalam puisi-puisi
pada umunya.
g. Irama
Irama adalah
alunan yang terjadi karena perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam
panjang pendek bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah nada; ritme.
Puisi ini menggunakan
kata-kata yang umum sehingga pembacaannya pun terkesan biasa saja tanpa ada kenaikan
nada yang signifikan meskipun ada beberapa kata yang perlu dibaca dengan
penekanan yang agak keras dibanding kataa yang lain. Namun secara keseluruhan
irama yang disampaikan mengharuskan puisi ini dibaca dengan nada datar.
Ø Analisis
Struktur Batin Puisi “Sungai”
a.
Tema
Tema adalah pokok pikiran, dasar cerita yang
dipercakapkan atau dibahas serta digunakan sebagai dasar mengarang.
Tema dalam puisi “Sungai” adalah pentingnya seseorang
dalam hidup orang lain. Dalam hal ini seseorang tersebut diibartkan sebagai
sungai yang begitu kuat dan penting dalam kehidupan orang-orang lewat kalimat arusmu sebagian hidupku-hidupnya.
b.
Rasa
Rasa yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang
terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar
belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan,
agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia,
pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan
tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja,
tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Dalam hal ini, penyair tidak memerlukan rasa khusus
untuk menulis puisinya sebab dalam puisi ini tertuang rasa yang memang mutlak
pasti dimiliki oleh manusia atau makhluk hidup sebagai makhluk sosial yang
tidak mampu hidup sendiri. Ia memerlukan orang lain yang dianggap penting
sebagai teman maupun panutan yang istimewa bagi hidupnya.
c.
Nada
Nada yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada
juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan
nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah,
menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap
bodoh dan rendah pembaca, dll.
Dalam hal ini, penyair ingin mengungkapkan rasa cinta
dan kasih sayangnya terhadap seseorang yang dianggap penting dalam hidupnya.
Bukan bermaksud menggurui maupun mendikte, penyair hanya ingin menunjukkan
bahwa kita perlu memberikan sebuah apresiasi terhadap seseorang yang penting
dalam hidup kita. Penggambaran seseorang yang diibaratkan sebagai sungai ini
mampu menunjukkan bahwa seorang tersebut memiliki prinsip yang kuat dan tak
kenal kata menyerah dalam hidupnya.
d.
Amanat
Amanat adalah gagasan yg mendasari karya sastra; pesan
yg ingin disampaikan pengarang kpd pembaca atau pendengar. Sadar ataupun tidak,
ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa
dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Dari puisi “Sungai”
menggambarkan bahwasannya setiap orang pasti memiliki seseorang yang
penting dalam hidupnya. Penggambaran seseorang yang penting ini menunjukkan
bahwa penyair berharap agar kita dapat menjadi seseorang yang penting bagi
orang lain tersebut. Dapat menjadi seseorang yang menjalani hidup seperti air
yang mengalir, santai namun tetap memiliki ambisi untuk mencapai tujuannya. Berpendirian
kuat serta tak mudah menyerah dalam menjalani atau mencapai sesuatu. Kita juga
harus hidup menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain sehingga orang
lain menganggap kita sebagai seseorang yang penting dalam hidupnya.
ii.
Pendekatan
Ekspresif
Puisi adalah ungkapan atau hasil dari pemikiran dan perasaan seorang penyair. Puisi merupakan proses imajinasi yang diubah dan dikumpulkan dari
gambaran, pikiran dan perasaan penyair. Kita perlu
mengetahui seperti apa penyair yang membuat puisi agar dapat menelaah lebih
jauh mengenai puisinya. Sejauh mana penyair dalam mengekspresikan ide-ide atau
karya sastra . Puisi adalah luapan, ungkapan,
atau sorotan dari pikiran dan perasaan penyair. Puisi merupakan proses
imajinasi yang diubah dan dikumpulkan dari gambaran, pikiran dan perasaan
penyair. Pada hakikatnya, pendekatan ekspresif menitikberatkan
pada sudut pandang pengarang.
a. Biografi
Pengarang
Pengarang bernama Vivin Shafa Undriyani lahir di Semarang
9 Juni 1997. Ia adalah anak sulung dari 2 bersaudara. Ia pernah menempuh
pendidikan di SDN Telawah selama 2 tahun dan kemudian pindah ke SDN Jerukan 2
karena alasan keluarga. Kemudian ia bersekolah di SMPN 2 Juwangi dan lulus dari
SMA Bhinneka Karya 6. Kini ia menempuh pendidikan di Universitas PGRI Semarang
program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester 4. Sejauh ini ia sudah
sering membuat puisi meskipun belum berani mengekspresikan puisinya ke khayalak
umum, hanya sebagai koleksi pribadi saja.
b.
Kondisi Psikologis Penyair
Sejak awal penyair memang sudah memiliki ketertarikan
terhadap dunia sastra dan seni. Ia pernah menjadi bagian dari PSM UPGRIS karena
hobi menyanyinya sejak usia dini. Ia menyalurkan bakatnya dengan senang hati
meskipun sementara ini ia harus hiatus sejenak karena kesibukannya sebagai
mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Di rumah, ia merupakan anak yang baik sekaligus
penyayang. Ia rajin membantu orang tuanya yang memiliki usaha berdagang dan
memilik toko di rumah. Karena berada di lingkungan keluarga yang sarat akan
kasih sayang, ia memiliki pribadi yang hangat dan penyabar.
c.
Gaya Bahasa Penyair
Karena ia merupakan anak sulung dari 2 bersaudara, ia
cenderung memilik sisi-sisi kedewasaan dalam beberapa hal dan menjadi penyabar
dalam menghadapi situasi tertentu. Berada di keluarga yang erat hubungannya
dengan perasaaan cinta dan kasih sayang yang hangat, ia menanamkan bahasa yang
hangat namun mendalam dalam puisi karangannya berjudul “Sungai” ini. Ia
mengumpamakan orang yang dikasihinya sebagai sungai dengan segala sifat dan
kepribadiannya.
iii.
Pendekatan
Mimetik
Pendekatan mimetik yaitu kajian sastra yang menitikberatkan terhadap
semesta/alam. Pendekatan ini bertolak belakang dari pemikiran bahwa karya sastra
merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud berkat tiruan dan
gabungan imajinasi pengarang terhadap realitas kehidupan atau realitas alam.
Hal tersebut didasarkan pandangan bahwa apa yang diungkapkan pengarang dalam
karyanya pastilah merupakan refleksi atau potret kehidupan atau alam yang
dilihatnya. Pengarang, melalui karyanya hanyalah mengolah dari apa yang
dirasakan dan dilihatnya.
Puisi
“Sungai” karya Vivin Shafa Undriyani ini mengisahkan tentang seseorang yang
digambarkan melalui sungai. Dari judulnya saja sudah terlihat jika penyair
memang menitikberatkan puisinya pada alam/lingkungan sekitarnya. Ia
menggambarkan sungai yang mengalir tiada henti seperti kehidupan man usia yang tidak akan pernah berhenti,
waktu yang terus berjalan takkan mampu dihentikan meskipun manusia memiliki
batas waktu kehidupan sebelum ajal menjemput. Ia harus terus berusaha untuk
bertahan hidup meskipun rasanya begitu sulit sebab ada orang lain yang
membutuhkan kita. Selain itu aliran sungai juga menggambarkan bahwasannya
manusia tidak akan mampu menghentikan hasrat dan keinginannya sampai kapanpun,
meski sudah memperoleh banyak hal manusia cenderung tidak pernah puas dan
selalu berusaha untuk meraih atau mencapai sesuatu yang lebih lagi dari
sebelumnya.
“Darimana datangnya?”
“Apakah Langit menurunkanmu begitu saja”
Penggalan
puisi tersebut menunjukkan ekspresi bertanya dari penyair, darimana datangnya
sungai itu? Dari mana datangnya makhluk citptaan-Nya. Penyair menilai bahwa di
alam semsta ini Langit merupakan sesuatu yang tingkatannya paling tinggi.
Istilah Langit dinilai dapat menggantikan Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mennciptakan alam semesta ini beserta segala isinya.
Kemudian
kalimat
“Begitu sedap dipandang saat senang” dan
“Berangas pula ketika bersedih”
Potongan
kalimat tersebut menggambarkan bahwa manusia memiliki sifat begitu menyenangkan
ketika bahagia dan ketika bersedih manusia begitu mudah “berangas”. Berangas
dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu tindakan mudah sekali marah dan gemar
berkelahi, ganas lagi kasar. Memang benar, saat manusia bahagia atau dalam
kondisi senang ia akan terlihat enak dan menyenangkan untuk dilihat dan diamati
apalagi jika kita adalah alasan dari kebahagiaan mereka maka kita akan merasa
bahagia. Namun ketika manusia bersedih, kecewa atau dalam keadaan yang cenderung
tidak menyenangkan, ia akan lebih mudah marah dan emosional. Manusia cenderung
mudah tersulut emosi ketika sedang bersedih.
“Arusmu sebagian hidupku-hidupnya”
Hal ini
seakan menunjukkan bahwa dalam kehidupan di alam semesta, sungai merupakan hal
yang sangat penting. Sungai yang mengandung air menjadi pusat kehidupan
manusia, segala aktivitas manusia membutuhkan air sebagai penopang hidup.
Manusia pun sama, seseorang dapat menjadi dunia bagi kehidupan orang lain. Maka
sebab itu kita harus menjadi pribadi yang baik, peduli dan memperhatikan satu
sama lain agar kita tidak menyakiti dan mengecewakan atu bahkan menghancurkan
hidup orang lain tanpa kita ketahui.
“ Beragam warna bersama arti”
“Apakah sama dengan laut”
Penggalan
puisi diatas berkaitan erat dengan kehidupan alam semesta. “ Beragam warna bersama arti” menunjukkan bahwa kehidupan memiliki
banyak warna, begitu pula dengan sifat manusia yang beragam. Akan tetapi
meskipun berbeda-beda, mereka memiliki kekhasan dan arti masing-masing. Setiap
warna melambangkan hal yang berbeda begitu pula sifat manusia.
“Cair yang bermakna”
“Dingin tak pernah puas”
Potongan
puisi diatas menunjukkan bahwa cair dan dingin merupakan hal yang mutlak ada di
kehidupan makhluk hidup. “Cair yaang
bermakna” menunjukkan bahwa sifat manusia yang merupakan makhluk sosial,
mudah bergaul dengan sesamanya namun tetap memiliki sikap dan sifat yang
membedakannya dari yang lain. Sedangkan “Dingin
tak pernah puas” menunjukkan sikap dan sifat manusia yang tidak mudah
menyerah, selalu berusaha dan tak pernah puas dalam mencapai impiannya.
iv.
Pendekatan
Pragmatik
Pendekatan
pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk
menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut
dapat berupa tujuan pendidikan, moral, politik, agama, ataupun tujuan yang
lain. Atau pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra
sebagai sesuatu hal yang dibuat atau diciptakan untuk mencapai atau
menyampaikan efek-efek tertentu pada penikmat karya sastra, baik berupa efek
kesenangan, estetika atau efek pengajaran moral, agama atau pendidikan dan
efek-efek lainnya. Pendekatan ini cenderung menilai karya sastra berdasarkan
berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut bagi pembacanya.
Dalam
hal ini penyair menggambarkan bahwa manusia yang diibaratkan sebagai sungai
merupakan pusat kehidupan manusia lainnya dengan segaala karakteristiknya.
Penyair ingin menunjukkan bahwa manusia selalu menjadi sosok yang penting bagi
orang lain, entah hubungan antara Ibu dan anak, suami dan istri, ataupun
seseorang dan kekasihnya. Secara lugas, penyair ingin menunjukkan kecintaannya
terhadap seseorang melalui hubungan tersebut. Puisi ini memiliki nilai yang
mendalam mengenai seseorang yang penting dalam kehidupannya. Ia melalui puisi
karangannya tersebut ingin menyampaikan pesan bahwa setiap individu memiliki
seseorang yang penting dalam hidupnya, maka setidaknya kita dapat menjadi pribadi
yang baik karena kita juga berharga bagi orang yang mengasihi kita.
Secara
keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa Puisi berjudul “Sungai” karangan Vivin
Shafa Undriyani ini cukup mudah dipahami meskipun penggunaan bahasanya yang sedikit
khas. Berhubungan langsung dengan alam semesta dengan pusatnya sungai sebagai
pengganti manusia. Mengibaratkan manusia sebagai sungai, ia juga tak lupa
menyisipkan majas dalam bait-bait puisinya. Sarat akan kepedulian dan kasih
sayang, puisi ini memiliki nilai lebih terhadap pembaca yang cukup dekat dan
akrab dengan keluarga atau seseorang yang penting dalam hidupnya. Puisi ini
layak dibaca dan ditelaah lebih jauh untuk memahami makna yang ingin penulis
sampaikan.Puisi ini layak dibaca dan ditelaah lebih jauh untuk memahami makna
yang ingin penulis sampaikan.
Komentar
Posting Komentar